Pages

Senin, 29 Februari 2016

Love is Blind?


Note : Gue pernah ikutan lomba karya tulis fiksi di LINE yang bisa di bilang lebih pendek dari cerpen, apa namanya ya? Sebenarnya sih panjangnya cuma buat postingan tapi gue bikin malahan keasyikkan jadi agak kepanjangan. Dari pada mubazir lama-lama gue simpen di draft, mending gue posting aja.

Cerita ini udah banyak banget versinya. Tapi gue mau bikin versi gue sendiri. Gue juga gak nyangka gue bisa  semelankolis gini sampe bawa-bawa tema yang agak lebay. Wkwkwkwkw.... 





Dia seorang wanita yang cantik, berharta dan populer. Namun beberapa tahun lalu ia mengalami kecelakaan dan Tuhan mengambil penglihatannya. Bertahun lamanya ia selalu mengeluh dengan kehidupannya, perubahan dalam dunia terangnya yang kini gelap gulita. Berkali-kali putus harapan, ia hanya berdiam di rumah dan menjadi pemurung sepanjang hari.

Suatu ketika semua itu berubah. Kehidupannya menjadi lebih berwarna meski ia tetap buta. Tak ada lagi keluh kesah yang ia gumamkan pada orang-orang. Perubahan itu di timbulkan oleh hadirnya seseorang teman prianya yang sudah lama tidak bertemu. Kehadiran sang pria membuat hari-hari wanita itu semakin baik dan cerah. Hingga akhirnya sang pria melamar wanita itu. Dengan keraguan, wanita itu bertanya kemantapan hati sang pria. 

"Aku buta." Kata wanita itu. "Kenapa kau mau hidup bersamaku?"

Pria itu tersenyum meski gadis itu tidak pernah melihatnya. "Aku memilihmu karena perasaanku. Kehidupanku di cukupkan dengan harta, aku punya keluarga dan pekerjaan tetap. Tidak ada lagi yang aku butuhkan selain teman hidup." 

Si wanita cukup tergugah hatinya. Namun satu hal mengganjal di benaknya untuk di pertanyakan. "Kau tahu keadaanku seperti apa. Keluargaku dan fisikku. Kau bisa melihat wajahku. Tapi bagaimana aku bisa mencintai seseorang jika aku tidak pernah melihat wajahnya?" 

Ucapan itu membuat si pria menjadi kecewa. "Apakah kau ingin melihat wajah seseorang dulu lalu menikah dengannya? Lalu sampai kapan kau bisa kembali melihat?" 

Si wanita tampaknya menganggap perkataan itu sindiran untuknya. Ia sangat marah. "Aku tidak bisa menjalani hidup dengan orang yang tidak ku ketahui wajahnya. Aku khawatir ia memberikan keturunan yang jelek bagiku. Aku akan segera mendapatkan donor mata! Lalu setelah itu aku akan menikah. Jika kau benar-benar mencintaiku, tunggulah aku sampai aku bisa melihat wajahmu dan memutuskan apakah aku bisa menerimamu sebagai pendamping hidupku!" 

Setelah pertemuan itu sang pria sangat kecewa. Ia harus menunggu si wanita sampai mendapatkan donor mata sementara penantiannya tidak menjamin ia akan menikah dengan wanita itu. Tapi ia sangat mencintai si wanita dan berjanji akan mendapatkan donor mata untuknya. Bertahun-tahun ia mencari, namun ia tak pernah kembali. Suatu hari si wanita mendapatkan donor mata yang bagus. Ia bisa melihat kembali dengan kedua matanya. Kehidupannya yang dulu kembali. 

Bertahun-tahun berlalu. Si wanita menikmati kehidupannya dengan matanya yang baru. Hingga pada suatu saat ia bertemu dengan si pria. Pria itu tengah menggalang dana di jalan untuk anak-anak miskin. Si wanita hendak memberikan sedikit uangnya pada kotak yang tersedia. Lalu si pria pemegang kotak mengucap terima kasih. Walaupun hanya dua kata wanita itu sangat terkejut mendengarnya. Bukan karena ucapan terima kasihnya, namun suaranya yang dulu sangat ia hafal. 

Esoknya ia kembali dan menanyai pria itu. Benar saja, pria itu adalah pria yang dulu mau menikahinya, mencarikan donor matanya lalu menghilang. Sekarang pria itu buta. Dan wanita itu sangat terkejut betapa tampannya pria itu. Ada sedikit penyesalan yang timbul dalam hatinya. 

"Dimana kau selama ini? Bukankah kau berjanji akan mendapatkan donor untukku?" Kata si wanita. "Sekarang aku bisa melihat karena orang tuaku berjuang mendapatkan sepasang mata untukku. Aku menyesal membuang waktuku untuk menunggu janjimu. 

Si pria tidak marah, ia tersenyum. "Maafkan aku. Aku tidak mendapatkannya untukmu. Karena itu aku menghilang karena aku malu. Tapi bukan berarti aku tidak bertanggung jawab."

"Lalu dimana tanggung jawabmu?"
 
Si pria tersenyum lagi. "Tanggung jawabku ada di matamu."

Mendengar itu, si wanita seperti tersambar petir. Ia tak menyangka betapa angkuhnya ia selama ini. Ia tidak pernah memikirkan sang pendonor mata. Ia hanya fokus pada hidupnya. Ia tidak pernah tahu ada orang lain yang memberikan kebahagiaannya demi dirinya. Ia mulai terisak. 

"Maafkan aku. Sungguh!" Ia menyesal. 

"Tidak ada yang salah. Semuanya baik-baik saja."

"Kalau begitu, aku menerimamu sekarang! Aku ingin hidup bersamamu!"

"Maaf, tapi aku... sudah menikah." 

Hati si wanita hancur. Ia semakin terpuruk dalam penyesalan. "Tapi kau buta! Bagaimana bisa kau menerima seseorang padahal kau tidak melihat wajahnya?"

"Itu pertanyaanku dulu padamu." Si pria terlihat sangat tenang. "Aku menerimanya karena ia menerimaku. Meskipun aku buta. Dan meskipun aku tidak melihatnya. Aku berusaha melupakanmu dulu dan menjauh darimu karena aku tahu kau pasti tidak mau melihat calon pelamarmu dulu kembali dengan kondisi lebih buruk. Jadi aku membuka hati untuk yang lain dan aku bertemu dengan seseorang yang membuatku kembali jatuh cinta." 

Si wanita hanya bisa terdiam dalam penyesalannya. Mendengar suara si pria menguak kembali kerinduannya pada sosok yang pernah membangun semangat hidupnya dulu, mencerahkan hari-harinya dan menerima segala kekurangannya. Sekarang sosok itu mengorbankan separuh kebahagiaannya hanya untuk dirinya dan ia telah hidup bahagia bersama orang lain. 

Tak lama kemudian si pria menyudahi pertemuan itu untuk kembali bekerja. Tapi sebelumnya, ia mengatakan suatu hal yang takkan pernah di lupakan oleh si wanita.

"Percayalah, kau bisa mencintai sesuatu tanpa harus ada wujud, namun karena kehadirannya dalam hidupmu dan kepercayaanmu padanya, seperti mencintai Tuhan. Dan aku yakin, jika kau benar-benar mencintainya, seperti apapun fisiknya nanti, kau akan tetap merasa nyaman. Karena tidak mudah membenci seseorang hanya karena wujud padahal sebelumnya kau ingin hidup bersamanya."

0 komentar:

Posting Komentar