Pages

Senin, 18 September 2017

INVISIBLE




Jadi gini, ehm ehm, gue punya beberapa permasalahan kecil yang gue pikir semua orang juga pernah ngalamin tapi sebagian dari mereka gak terlalu mempermasalahkan. Tapi gue di sini mau ngebahas itu.

Apa kali ini gua mau curhat lagi? Ya iya dong. Apasih yang gua bisa selain curhat? qkwqkkqkqk

Jadi diantara kita pasti pernah mengalami suatu situasi dimana youre invisble now kayak dalam suasana ramai riuh tapi orang-orang gak menganggap kalian ada. Kenapa gue mau repot-repot bahas masalah beginian? Well, salah satu temen gue (panggil aja dia Rina) baru-baru ini mengalami hal yang serupa tapi berakhir dengan tidak bagus.

Upaya menarik diri atau memang kalian yang gak famous bisa jadi faktor utama kenapa dalam suasana ramai kalian dianggap nggak ada. Yang dimaksud suasana ramai disini kayak pesta atau acara semacam atau bahkan komunitas kecil yang melibatkan beberapa orang dikenal. Ada kalanya perasaan itu muncul tapi terlalu takut buat ngasih tau atau curhat ke teman sekitar. Beberapa diantaranya malah memendam jauh perasaan tersebut. But youre wrong! Apapun perasaan ngeganjel musti diluruskan walaupun gak enak ngomongnya.

Jadi Rina ini adalah temen kampus gue yang sebenernya termasuk anak introvert tapi dia kerja di bagian pelayanan pelanggan so menurut gue sifat introvertnya itu gak parah banget. Malah bisa dibilang lebih terbuka. Dia tipikal anak yang suka jalan atau hang out bareng, meski kadang gue mergokin dia di perpustakaan dan sibuk sama dunianya sendiri. Gue pernah denger dari orangnya langsung, she loves books so much dan gue taulah kepribadian orang semacam itu. Tapi buat gue justru keuntungan karena gue juga suka banget sama buku. 

Belakangan ini Rina bener-bener berubah entah karena ada angin apa. Gue sering mergokin dia menyendiri di koridor kampus. Awalnya gue pikir dia lagi nonton drakor atau sekedar surving internet. Tapi gue justru telat menyadari bahwa sebenernya dia gak pengen ngelakuin hal itu. 

Rina bukanlah anak kutu buku, di awal semester dia punya banyak temen. Dia juga termasuk anak yang aktif di kelas meskipun kadang dia pemilih temen. Gue sendiri gak begitu tau banyak tapi semenjak gue sering liat dia pulang kampus dan nangis di busway sendirian gue jadi bertanya-tanya. Iya, nangis di busway.

Semenjak itu gue sering perhatiin dia dan gue nyesel kenapa waktu itu gue gak nanya keadaaannya. Sedih aja gitu, gue rasa dia punya masalah di tempat lain tapi gak punya tempat buat cerita. Tapi gue rasa ada benernya juga ngebiarin dia malem itu. I just think she needs a space.

Dan gue terkejoet gak lama setelah itu ada kabar bahwa dia cuti kuliah. Belakangan ini gue tahu kalo dia gak sekedar cuti, tapi out gitu. Maka gue pun berusaha nanya. Skip cerita, dia pindah ke kampus baru, jadi maba baru karena alesan dia gak cocok sama teman-temannya. Dia mencoba bergabung di awal tapi dia menemui banyak ketidakcocokan yang gak dirasain di awal, tapi di tengah-tengah, Its like kalian kenal orang secara asyik tapi gataunya mereka bener-bener gak cocok sama kita. Kemudian dia berbaur kembali tapi malah kehilangan banyak teman karena memperjuangkan dirinya sendiri untuk jujur kalo sebenernya dia gak nyaman dengan hubungan semacam itu. Tapi upaya menarik diri itu gak sepenuhnya berjalan mulus. Entah dia kelewatan atau memang teman-temannya udah nganggep bahwa dia individual dan kehilangan banyak teman gitu aja. 

She cant survive. Terlebih ketika ada acara ke puncak dari kampus gue, dia kayak orang paling sedih sedunia. Terlihat banget bagaimana dia gak keliatan sibuk seperti biasanya, terlalu banyak merasa useless dan gak tau bagaimana caranya kembali membangun obrolan. Dia memang jarang masuk kelas setelah itu dan ketika gue ngebahas malam dimana gue liat dia kayak di drama, dia cuma ketawa dan bilang "Kurang lebih problemnya sama," 

Kata-kata gue rasanya udah gak mempan lagi. Dari mulai gue bilang sayang banget keluar gitu aja sampe kenapa gak melibatkan diri lagi seperti diawal. I think she found a way seperti ketika gue menemukan kecocokan gue sama dunia di luar kampus dan dia udah memantapkan hati untuk meninggalkan yang kemarin demi kenyamanan. Its no bad choice but no good choice too. Semua orang punya kesempatan, kan?

Jujur, gue juga pernah mengalami hal yang sama. Ketika dimana suasana ramai tapi gak dianggap sama sekali. Mencoba membangun percakapan tapi gak ada satupun yang ikut antusias seperti kita. Atau justru sedikit gangguan membuat mood kita turun dan malah terlihat jadi bete banget sepanjang hari. Atau bagaimana lu ngerasa orang-orang disekeliling lu punya kelebihan yang gak lu punya. Lebih dari perasaan jealous yang gak ke kontrol. Seketika lu berpikir pengen nyanyi 'what the hell I am doing here? I dont belong here~' just like that. Useless, jealous, marah-marah gak jelas sampe merasa bodoh sendiri.

Tapi kalo disuruh cerita, kalian gak mau dengan alasan malu. Malu kenapa kalian gak bisa bersosialasiasi dengan baik. Some people gak tahu kalo kalian udah berusaha dengan cara kalian, tapi tetep gak menarik perhatian. Tapi terkadang gue berusaha berpikir simplem 'toh, here's not ma place' dan ketika kalian berpikir begitu, .kecemasan kalian pelan-pelan.... gak ilang.

Serius, pribadi orang beda-beda. Berpikir begitu aja gak menyelesaikan masalah. Kalian harus tetap mencoba. Keep trying. Meski pahit kalo menyadari bahwa orang lain lebih mudah melakukannya karena faktor X. Whats wrong to being poker face selama itu gak keterlaluan. Kalian bisa tetap menjadi diri kalian meski gak dikenal orang. Inget gimana susahnya kerja yang berhubungan dengan pelayanan pelanggan, kalian mesti poker face tiap hari, gak peduli apapun situasinya. 

Tapi mungkin yang membedakan antara pekerjaan dan lingkup sosial kayak di kampus adalah orang-orangnya. Gue mencoba mengerti bagaimana perasaaan Rina terhadap temen-temennya. Ketika dia menghadapi orang lain dan memasang wajah bagus bukan masalah karena kalian jarang ketemu mereka lagi dalam kurun waktu dekat atau tidak membina komunikasi lebih dalam, gak seperti teman kampus, dimana kalian bakalan terlibat sepanjang waktu. Inilah yang disebut lelah berpura-pura hehehehe. 

Kuncinya adalah berani mempertahankan karakter kalian. Selama itu bukan karakter jelek. Kalau kalian orang yang suka sama hal-hal berbau ketenangan kalian bisa memperingati temen-temen kalian untuk gak berisik, kalo kalian suka hal-hal berbau Jepang, kalian bisa explain kalo kalian gak mau ikut-ikutan ngomongin Korean Pop, kalo kalian gak pinter fotografi, kalian bisa bilang bahwa kalian memang gak jago. Meski kadang faktor kesamaan nasib adalah faktor kuat sebuah pertemanan terbentuk seperti ada temen yang suka seni kontemporer kalian jadi merasa punya temen.  No problem to be your self apapun itu karakternya. Kalian berhak punya ruang untuk diri kalian tapi kalian juga punya ruang untuk sosial. Gak perlu terlalu banyak berpikir bahwa kalian gak punya teman. Adaptasi itu gak selalu ada di awal tapi selalu ada sepanjang waktu. 

Intinya, kalian bisa kalo terus bertahan.

Semangat guys, youre not alone. You just haven't found your place yet.

0 komentar:

Posting Komentar